Seperti kita saksikan diberbagai media baik cetak maupun elektronik, banyak pakar dan elit politik menyampaikan bahwa tahun 2009, akan diriuhkan dengan berbagai agenda politik dalam ajang pemilihan umum (pemilu) legislatif (DPR, DPRD, DPD) yang disusul dengan pemilihan umum presiden dan wakil presiden. Tak heran lantas banyak kalangan menyebut tahun 2009 ini sebagai tahun politik. Tahun dimana akan terjadi integrasi antara berbagai kepentingan baik kelompok maupun kepentingan bangsa dan negara.
Kita pun selalu disajikan dengan berbagai adegan politik melalui berbagai keputusan yang fenomenal ditengah mepetnya waktu penyelenggaraan pemilu yang tinggal beberapa bulan lagi. Misalnya saja keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengabulkan uji materi pasal 214 UU No 10 Tahun 2008 tentang pemilu. Hasilnya penetapan anggota legislatif untuk Pemilu 2009 akan ditentukan dengan sistem suara terbanyak.
Keputusan itu tentu dapat mendorong proses demokrasi yang substansi ditengah banyaknya keraguan kepada partai politik. Sang calon legislatif (caleg) pun didorong bekerja lebih giat untuk memperoleh suara dari pemilih. Sebuah proses demokrasi yang mulai terbuka ditengah pendidikan politik yang belum begitu baik. Kalau ini dapat berjalan baik, artinya para elit partai dapat menerima dengan lapang dada dan melaksanakan keputusan ini dengan bijak, politik di tanah air ini dapat dicapai dengan baik pula.
Pendidikan Politik
Tak dipungkiri proses demokrasi ini membawa dampak yang lumayan banyak bagi proses kehidupan bernegara umat Hindu. Proses ini tentu sebuah kewajiban dharma negara umat dalam mengawal proses kenegaraan yang diyakini tak lepas dari tuntutan politik. Artinya, kepentingan umat Hindu nasional dapat diperjuangkan melalui jalur-jalur politik. Untuk itu infrastruktur dan penguasaan beberapa elemen strategis sangat penting, salah satunya adalah legislatif baik kabupaten/ kota, provinsi, hingga nasional. Untuk itu semakin banyak umat Hindu menduduki posisi-posisi legislatif tersebut, tentu akan semakin baik pula kepentingan umat Hindu ter-aspirasikan di pemerintahan.
Masalahnya kemudian adalah pada proses pencapaian posisi legislatif yaitu untuk menduduki kursi dewan perwakilan rakyat (DPR). Politisi Hindu yang mencalonkan diri dibeberapa daerah dari berbagai partai politik tentu tidak lepas dari harapan kepada umat Hindu itu sendiri sebagai pemilihnya. Disinilah pendidikan politik dan kedewasaan politik umat Hindu diperlukan. Artinya juga harus ada koordinasi dan paradigma yang baik sehingga tidak terjadi eksploitasi kepentingan baik bagi sang calon maupun umat sebagai pemilih.
Dalam UU No. 2 tahun 2008 tentang partai politik dijelaskan bahwa pendidikan politik adalah proses pembelajaran dan pemahaman tentang hak, kewajiban, dan tanggung jawab setiap warga negara dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Nah, dari definisi itu dapat kita tangkap bahwa harus ada sebuah pemahaman antara pemilih dan yang akan dipilih (caleg) dalam suatu visi yang sama.
Dari kesemuanya itu, adakah sebuah proses pendidikan yang sudah dilakukan sang calon ? atau hanya sebuah retorika pencitraan yang melupakan proses pendidikan politik.
Beberapa hal yang harus dicermati adalah track record dari sang calon, yang tentu terkait dengan latar belakangnya. Tak sedikit juga para calon yang selalu mengumbar janji dalam komunikasi politik yang dilakukan. Ada keselarasan antara pendidikan politik yang belum baik ditutupi dengan kemasan kampanye super baik sehingga tertanam (positioning) citra produk politik yang baik.
Dengan ramainya hiruk pikuk pasar politik saat ini, sungguh sangat sulit membedakan antara kampanye politik dan kampanye pemilu. Menurut Firmanzah dalam bukunya Marketing Politik, antara pemahaman dan realitas, menjelaskan harus ada redefinisi kampanye. kedua hal ini memiliki perspektif yang berbeda. Misalnya dari dari tujuannya, kampanye pemilu cenderung menggiring pemilih ke blik suara, sedangkan kampanye politik lebih menitik beratkan pada image politik. Begitu juga dari strategi yang dilakukan, kampanye pemilu untuk melakukan mobilisasi dan berburu pendukung (push-marketing), sedangkan kampanye politik untuk membangun dan membentuk reputasi politik (pull-marketing). Nah, tentu kampanye politik memerlukan waktu yang cukup panjang, sedangkan kampanye pemilu cenderung jangka pendek, sesuai kebutuhan. Dari sinilah dapat dibaca track record sang calon legislatif maupun partai politik mengingat setiap aktivitas partai politik selalu menjadi perhatian masyarakat.
Masyarakat tentu dapat dengan cermat memperhatikannya, agar suara tidak sia-sia begitu saja. Sebuah ikatan relasional akan terbangun bila sang calon menyadari arti pentingnya politik dan konstituen yang ia wakili. Memberikan konstribusi bagi pembangunan umat Hindu melalui pola keterwakilan dalam pemerintahan.
Kondisi ideal ini sangat sulit dicapai karena berbagai hal, salah satunya adalah masih lemahnya infrastruktur umat Hindu. Salah satu indikatornya adalah dapat dilihat dari organisasi massa berbasis Hindu. Prajaniti Indonesia yang memang didedikasikan untuk mengakomodir kepentingan dan perjuangan politik umat Hindu tidak dapat berjalan dengan baik. Sementara organisasi lainnya memiliki fokus dan ladang garapan yang berbeda seperti Peradah Indonesia, lebih fokus pada pembinaan para pemuda, KMHDI lebih fokus pada kaderisasi para kader mahasiswa. Pun WHDI yang menaungi kegiatan wanita Hindu Indonesia.
Al hasil Parisada, sebagai majelis tertinggi terkadang tak luput harus mengakomodir dan melakukan ‘regulator’ berbagai kepentingan politik umat. Dalam arti Parisada pun harus menampung berbagai keluhan politik umat, belum lagi masalah pembinaan umat. Akhirnya majelis kita memikul beban masalah yang begitu berat. Selanjutnya patut juga dipertanyakan, kemana Prajaniti Indonesia yang seharusnya dapat lebih maksimal berperan sebagai ‘regulator’ perjuangan dan kepentingan politik umat Hindu ?
Pertanyaan selanjutnya adalah seperti apa komunikasi politik umat Hindu menjelang pemilihan umum 2009 ? Adakah yang berperan sebagai ‘regulator’ untuk mewadahi aspirasi umat Hindu dalam perjuangan kepentingan umat Hindu di tanah air ?
