Ditengah banyaknya perlawanan terhadap junta militer Myanmar yang dilakukan para Biksu Budha mengingatkan kita pada perlawanan tokoh anti kekerasan, Mahatma Gandhi di India. Biksu sebagai pemegang otoritas moral turut turun kejalan memperjuangkan kebenaran. Hal ini tidak jauh berbeda seperti yang dilakukan Gandhi dengan prinsip anti kekerasan. Dengan nama lengkap Mohandas Karamchad Gandhi, pria ini lahir 2 Oktober 1869 di Porbandar, sekarang Gujarat diselah barat India.
Gandhi dengan ajaran anti kekerasan (ahimsa) yang dilakukan untuk kemerdekaan India telah memberi inspirasi kepada seluruh dunia. Dengan ajaran-ajarannya tersebut, hidup sederhana pun ia jalani. Dengan ahimsa perlawanannya cukup memberikan kekuatan kepada rakyat untuk turut serta melawan kekerasan. Ahimsa adalah perjuangan dengan kekuatan cinta dan kasih sayang. Perjuangan untuk tidak menyakiti baik fisik maupun pikiran sehingga ahimsa bukan semata-mata menyakiti secara fisik. Melainkan perjuangan untuk melawan suatu ketidakbenaran dengan energi yang positif.
Ajaran selanjutnya dari Gandhi adalah swadesi atau berusaha untuk mandiri dengan mencukupi kebutuhan diri sendiri. Ini tidak serta merta dilakukan begitu saja, namun harus dibangun sistem untuk menciptakan kekuatan baik pada diri maupun kepada rakyat. Misalnya membangun perekonomian yang menghidupkan kekuatan masyarakat sehingga menghilangkan ketergantungan pada pihak asing. Pendidikan juga memiliki peran penting dalam mewujudkan kemandirian ini, karena disinilah karakter masyarakat dibentuk untuk melakukan pengendalian diri.
Melalui satyagraha, berpegang teguh pada kebenaran yang dibarengi dengan teladan membuat Gandhi diikuti oleh banyak pengikutnya. Apalagi dengan ditambah kejujuran dan kesederhanaan Gandhi. Sebuah contoh yang ia lakukan sekaligus teladan bagi masyarakat India adalah gerakan untuk mencintai produksi dalam negeri. Tentu dampak dari tindakan semacam ini akan menghilangkan ketergantungan dengan produk-produk asing. Selain itu pemberdayaan ekonomi masyarakat menjadi tumbuh ditengah kompetensi dalam negeri.
Perlu Keseimbangan
Semangat yang dilahirkan Gandi tersebut memang membutuhkan perjuangan sekaligus teladan yang tidak mudah. Pemimpin adalah kunci dari pelaksanaan ajaran yang sangat universal tersebut. Pasalnya, ajaran tanpa kekerasan atau perjuangan perdamaian adalah anjuran semua agama kepada umatnya. Untuk melaksanakannya pun perlu suatu keseimbangan hubungan pemikiran. Keseimbangan tersebut meliputi hubungan kita kepada Tuhan, hubungan kita kepada sesama warga, dan hubungan kita kepada alam sekitar.
Hubungan kepada Tuhan jelas mengacu kepada ajaran agama yang disampaikan melalui kitab-kitab suci masing-masing agama. Gandi pun tidak terlepas dari tindakan ini. Bahkan ia menekankan pada puasa untuk mengendalikan diri dan meningkatkan kebijaksanaannya. Dalam hal ini, konteks bulan Ramadhan bagi umat Muslim sangat tepat untuk meningkatkan hubungan kepada Tuhan untuk meningkatkan semangat anti kekerasan.
Keseimbangan selanjutnya adalah dalam hal hubungan kemasyarakatan. Hubungan ini perlu dijalin dengan semangat pluralisme dimana dengan keanekaragaman yang ada justru harus dapat memperkuat posisi bangsa dan negara. Melihat kepada ajaran Gandhi tersebut, hubungan antar sesama manusia yang baik dapat terwujud bila semangat dari ahimsa dilaksanakan secara bijaksana. Tanpa menyakiti tidak saja secara fisik, namun lebih luas dari itu. Tidak semena-mena menghujat maupun menyinggung perasaan yang pada akhirnya merugikan orang lain. Tentu hal ini tergolong menyakiti orang lain.
Tidak itu saja, hubungan kita dengan alam sekitar juga perlu diseimbangkan. Harapannya terjadi sebuah harmonisasi yang selaras dengan alam yang memberikan dampak kepada kehidupan umat manusia. Tengok saja tindakan-tindakan yang merusak alam tanpa tanggung jawab. Penebangan hutan sembarangan misalnya, membuat sampah, dan sebagainya. Tentu semuanya akan bermuara pada kemarahan alam yang menerpa manusia sendiri.
Untuk itu perlu keseimbangan ketiga hal tersebut sebagai jalan untuk melaksanakan semangat dari ajaran-ajaran Gandhi. Dalam kontek kebangsaan misalnya, semangat ahimsa, satyagraha, dan swadesi perlu digalakkan untuk memerangi kemiskinan yang belum selesai dinegeri yang kaya ini. Kemandirian dan pemberdayaan perekonomian perlu adanya semangat ahimsa dengan tidak memotong dana atau mengkorupsinya. Dampaknya banyak rakyat yang tersakiti karena tidak menerima pelayanan seperti yang seharusnya.
Begitu juga dengan kemandirian bangsa, perlu dilihat kembali sudah sejauh mana bangsa ini ketergantungan dengan bangsa lainnya. Semangat-semangat dari ajaran Gandhi ini tentu masih sangat relevan untuk dilaksanakan oleh pemimpin-pemimpin di negeri ini. Relevansinya timbul karena semua masyarakat menginginkan perdamaian, kebenaran dengan penegakan hukum dan kemandirian bangsa.
Perjuangan ini tentu tidak mudah karena butuh pengendalian diri dan kebijaksanaan. Seperti apa yang dialami Gandhi. Sebuah perjuangan anti kekerasan yang ia lakukan harus berakhir dengan kekerasan. Ia harus mengakhiri gerakannya dengan mengenaskan karena tertembak mati pada 30 Januari 1948. Nathuram Godse, seorang Hindu fanatik membunuh Gandhi karena tidak setuju seruan damai yang Gandhi lakukan terhadap kelompok Hindu dan Islam. Walau demikian, ajarannya masih menggema memberi inspirasi kepada perdamaian di dunia. Semoga….
